Jumat, 26 Desember 2008

KONDISI HUTAN NTB

Berdasarkan pencitraan satelit terlihat jelas kondisi hutan di NTB berada diambang kerusakan besar. Dari dua juta areal hutan di NTB, tersisa 37 persen masih berhutan, sementara 63 persen hutan di NTB dalam kondisi rusak dan sebagian tertutupi. Bahkan dari 54 persen hutan yang masuk dalam kawasan kini tinggal 32 persen terlihat hijau.
“Kalau kondisi ini terus belangsung, maka pulau-plau kecil dan wilayah pesisir terancam tenggelam. Apalagi hutan NTB mempunyai tingkat kerentanan yang cukup tinggi,”ujar Dr. Ir. Ruanda A. Suhardiman, M.Sc, dari Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Badan Planalogi, kepada wartawan usai seminar master plan kawasan hutan Empang Kampaja, di Wisma Daerah, Senin (1/12). Tingkat kerusakan saat ini, kata dia-- memang masih dalam batas normal di atas 30 persen sebagaimana ketentuan UU. Namun, kalau kondisi tersebut dibiarkan, maka kerusakan hutan akan meluas. Imbasnya, pulau-pulau kecil dan wilayah sekitar pesisir terancam tenggelam. “Ini juga tidak lepas dari pengaruh pemanasan global akibat makin meluasnya kerusakan hutan. Suhu mulai naik yang mengakibatkan air laut dipermukaan juga naik,”jelasnya.
Rizal Yanuarsa dari Litbang Insitut Pertanian Bogor (IPB) memberikan contoh kasus tingginya laju degradasi pada kawasan hutan Empang Kampaja Kecamatan Empang Sumbawa. Register Tanah Kehutanan (RTK) Empang Kampaja sejak tahun 1999 ditemukan laju degradasi hutan lindung sebesar 7,4 persen. Degradasi hutan produksi sebesar 38,5 persen dan degradasi hutan Produksi Terbatas sebesar 23,79 persen. Salah satu upaya untuk mengendalikan laju kerusakan hutan, menurutnya, dengan mengusulkan master plan Kawasan Hutan Empang Kampaja. Hutan tersebut dibagi dalam beberapa zona pemanfaatan dan pengembangan. Mana lokasi yang berbasis masyarakat, mana zona kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS). Termasuk zona pelindung untuk menjaga ketersediaan air, dari sekitar 53 ribu hektar luas kawasan tersebut. Upaya lain yang bisa dilakukan dengan membuat program untuk pengamanan hutan berbasis masyarakat. budi daya hasil hutan termasuk didalamnya lingkup Hutan Tanaman Rakyat (*/up)
SUMBAWA BESAR, Sumbawanews.com.-

sebuah impian,ataukah kenyataan ?

JAKARTA, SELASA - Berbahagialah bagi pahlawan tanpa tanda jasa alias guru dan dosen, nasib mereka berangsur-angsur bersinar lagi. Panitia Kerja (Panja) Belanja Pusat, Panitia Anggaran DPR telah menyetujui kenaikan gaji guru pada 2009 hingga 100 persen.
Bila pendapatan mereka pada tahun ini maksimal 2,4 juta (gol IV/E bersertifikat), maka 2009 bakal mendapatkan gaji sebesar Rp 5,4 juta. Belum lagi tunjangan khusus bagi guru yang berada di daerah terpencil (gurdacil) yang diperkirakan sebesar Rp 5,1 juta. Jadi, perbulannya mereka bakal mendapat gaji di atas Rp 10 juta, kalau tunjangan gurdacilnya juga disetujui.
“Untuk besaran gaji sudah final. Sedangkan tunjangan khusus gurdacil hingga kini besarannya masih diperdepatkan, tetapi usulannya tetap akan dinaikkan yaitu bagi guru di daerah-daerah pedalaman seperti Papua, Maluku dan Kalimantan,” kata anggota Panja asal PDI Perjuangan, Rudianto Tjen kepada PersdaNetwork di Jakarta, Senin (20/10).
Lebih jauh, jelas anggota DPR asal Bangka Belitung ini, untuk gurdacil, bila pada 2008 ini kuotanya hanya untuk 20.000 orang gaji, pada 2009 mendatang akan ditambah 10.000 lagi hingga menjadi 30.000 orang guru.
Kenaikan gaji guru ini telah disepakati oleh seluruh anggota Panja Belanja Pusat dan Departemen Pendidikan Nasional. Disebutkan, gaji terendah yaitu untuk guru pegawai negari sipil (PNS) dengan golongan II/B tidak bersertifikat (0 tahun) yang tadinya mendapat gaji sebesar Rp 1,55 juta, akan mememperoleh gaji bulanan Rp 2,07 juta.
Sedangkan gaji untuk guru PNS tertinggi dengan golongan IV/E bersertifikat (0 tahun) yang saat ini digaji Rp 2,43 juta bakal melonjak menjadi Rp 5,42 juta.
Perubahan pendapatan juga bakal dialami oleh guru tetap non PNS. Bila pengajar PNS mendapatkan kenaikan gaji, maka tunjangan fungsional guru tetap non PNS akan naik, untuk yang non S1 naik dari Rp 200 ribu menjadi Rp 250.000, sedangkan yang S1 naik dari Rp 200 ribu menjadi Rp 300.000.
Untuk dosen PNS golongan III/B belum bersertifikat (0 tahun) yang tahun ini gajinya Rp 1,8 juta akan naik menjadi Rp 2,26 juta per bulan. Sedangkan untuk tingkat guru besar, gajinya bakal melonjak besar dari Rp 5,12 juta menjadi Rp 13,53 juta per bulan. “Gaji tersebut sudah termasuk seluruh pendapatan per bulan (take home pay/THP),” ujar Rudianto.
Anggota Komisi X (bidang pendidikan) asal PAN, Yasin Kara menyatakan, kenaikan gaji guru ini sebenarnya sudah diusulkan selama empat tahun berturut-turut. “Kita sudah mengusulkan sejak 2005 lalu, baru tahun depan dinaikkan. Apakah ini karena akan ada Pemilu atau tidak, yang penting perjuangan meningkatkan kesejahteraan guru bisa terlaksana,” kata Yasin saat dihubungi melalui ponsel.
Menurutnya, untuk gaji 2009 ini, pemerintah telah menyiapkan dana sebesar kurang lebih Rp 50 triliun. Anggaran tersebut akan dimasukkan dalam Undang-Undang APBN 2009 yang rencananya disahkan dalam rapat paripurna DPR tanggal 28 Oktober mendatang.
Selain itu, Sekretaris Fraksi PAN ini juga menandaskan, pemerintah harus terus meningkatkan jumlah guru yang bersertifikat. Guru nantinya akan disertifikasi agar memenuhi standar mutu pendidikan nasional.
Saat ini, dari 2,7 orang guru yang ada di Indonesia, baru hanya 300.000 saja yang tersentifikasi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, jelasnya, tahun 2009 ditargetkan jumlah guru yang tersertifikasi berjumlah 1 juta orang guru. “Lambat laut seluruh guru akan tersertifikasi,” kata Yasin. (KOMPAS, 21 Oktober 2008)

Rabu, 17 Desember 2008

PRISIP-RINSIP PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri termasuk di dalamnya sumberdaya alam hayati. Sumberdaya alam hayati merupakan sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri, dalam arti kata bahwa sumberdaya ini dapat dipanen berulang kali. Tetapi bila pemanennya tidak mempertimbangkan segi kelestariannya, maka sumberdaya alam ini akan menjadi sumberdaya alam yang tidak dapat memperbarui diri. Oleh karena itu, pengelolaannya harus mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut ini.
1. Prinsip Daya Toleransi
Setiap makhluk hidup punya rentang kisaran kondisi factor lingkungan yang memberikan kesempatan padanya untuk lulus hidup. Ada batas atas dan ada batas bawah, di antara kedua nilai ekstrem tersebut merupakan kisaran toleransi dan termasuk kondisi optimum. Faktor apa pun yang kurang atau melebihi batas toleransi dianggapM sebagai faktor pembatas (Odum, 1997).
2. Prinsip Hukum Minimum
Hukum minimum menyatakan bahwa nilai hasil, hasil atau kualitas suatu sistem ditentukan oleh faktor pendukungnya yang berada dalam keadaan minimum. Hukum minimum yang dikemukan oleh Liebiq ini dapat diterapkan dalam menentukan daya dukung. Kalau suatu daerah atau pulau mengalami keadaan keku-rangan air, maka tersedianya air dan besarnya kebutuhan air akan sangat menentukan daya dukung daerah atau pulau itu. Jadi dengan hukum minimum dapat ditentukan permasalahan lingkungan terpenting, sehingga dapat ditentukan pula prioritas pengelolaannya (Soerjani, dkk., 1987).
3. Prinsip Faktor Pengontrol
Sungguhpun semua sumberdaya alam hayati itu menerima secara menyeluruh terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhinya, seringkali terdapat juga suatu faktor lingkungan tertentu yang mempunyai daya pengontrol. Faktor pengontrol ini beroperasi, baik melalui ukurannya yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, tetapi kesannya dapat menentukan dinamika populasi dari suatu jenis sumberdaya alam hayati Jadi pencemaran udara, pestisida, pupuk dapat menjadi faktor pengontrol (Darmodjo & Kaligis, 1984/1985).
4. Prinsip Ketanpabalikan
Beberapa sumberdaya alam hayati tidak dapat memperbarui diri lagi karena proses fisis dan biologis dalam suatu habitat atau ekosistem memang sudah tidak berlangsung lagi, atau sudah tak berfungsi lagi. Akibatnya, sumberdaya hayati tersebut dapat menjadi sumberdaya alam yang tidak dapat memperbarui diri lagi bahkan punah sama sekali (Darmodjo & Kaligis, 1984/1985).
5. Prinsip Pembudidayaan
Sumberdaya alam hayati yang telah dibudidayakan oleh manusia untuk jangka waktu yang lama, jarang dapat berkembang terus menerus dipelihara dan dilindungi oleh manusia. Oleh karena itu, segala bentuk pembudidayaan sumberdaya alam hayati disamping membawa manfaat juga membawa tanggung jawab yang berat bagi manusia (Darmodjo & Kaligis, 1984/1985).
6. Prinsip Holisme
Prinsip holisme adalah pandangan yang utuh terhadap lingkungan hidup. Hal ini berdasarkan prinsip bahwa semua komponen kehidupan tentu saling berinteraksi satu sama lain, saling mempengaruhi dan saling terkait. Jadi perlu dilihat secara utuh atau sistematik menurut sistemnya (Soerjani, dkk., 1987).
7. Pendekatan Progresif
Konsep yang kita sebut pendekatan progresif ini berdasarkan gagasan Vayda (1982) tentang kontekstualisasi progresif yang melihat suatu permasalahan menurut konteks pokoknya dan dikembangkan menurut keperluannya dengan melihat konteks persoalan berikutnya. Jadi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan harus diutamakan faktor yang menjadi masalah pokok, karena faktor ini merupakan peluang terbesar dan terpenting untuk memperbaiki keadaan. Pendekatan ini sangat menunjang prinsip hukum minimum (Soerjani, dkk., 1987). Bukan suatu khayalan bahwa banyak di antara sumberdaya alam hayati telah menjadi langka akhir-akhir ini. Kelangkaan ini bukan saja terjadi pada jenis-jenis dan varietas-varietas yang telah dibudidayakan misalnya buah-buahan. Dengan kecenderungan orang untuk mengubah ekosistem alam menjadi ekosistem buatan seperti pekarangan tradisional, serta pemanenan sumberdaya alam hayati yang berlebihan menyebabkan jumlah jenis sumberdaya alam hayati langka semakin banyak. Di dunia internasional, Indonesia diakui sebagai salah satu pusat keanekaragaman berbagai jenis tanaman pangan (Reksosoedarmo, dkk., 1985). Khusus dalam keanekaragaman sumberdaya alam hayati ada beberapa hal yang menyebabkan kelangkaan sebagai berikut: (1) areaarea yang dapat dihuni langka atau sempit; (2) area-area yang dapat dihuni di luar jangkauan daya penyebaran atau terbatas waktunya; (3) akibat kehadiran dan aktivitas spesies lain sehingga menye-babkan area yang tidak dapat dihuni; (4) ketersediaan sumberdaya alam penting dalam area yang dapat dihuni sangat kurang; (5) Plastisitas fenotipe
individu-individu populasi kurang, sehingga area yang dapat dihuni menjadi terbatas; (6) tekanan dari musuh-musuh misalnya predator, pesaing, parasitoid/parasit dan manusia sehingga tingkat populasi menjadi rendah; dan (7) Manusia sebagai kolektor hewan atau tumbuhan langka.

Apakah yang bisa kita lakukan untuk mengelola sumberdaya alam yang ada permukaan bumi di lingkungan tempat tinggal kita?

Sumber : bse

Senin, 15 Desember 2008

kembalilah pada alam

Kembalilah pada alam
Kembalilah pada alam
Kembalilah pada alam

Itu adalah seruanku…
Pada kandidat penerima azab,yang sering mencoba untuk
Mengbubah si hijau menjadi hitam

Apakah kita tidak takut akan air bah yang menari-nari diatas jiwa kita
Dan siap utuk mencabut roh-roh yang tertawa diatas gelondonga kubikan kayu

Tunggulah
Suatu saat ,akan menelanmu
Dengan bulat-bulat
Jika kalian tidak sangup
Untuk mejadi pengikut
Sang manggalayuda hijau…..

Kerajaan hijau

Kerajaan hijau

hiasi hati dengan makna pertiwi,
biarkan hijaunya mengisi relung insani,
dan ijinkan aku sebagai pengawalmu,untuk menjelma sebagai.
sang pangeran bumi…..

dan jagalah
aku siap untuk jadi manggalayudamu
untuk mengawal
kerajaanmu yang hijau…..
Bagaimana air raksa dapat sampai bersarang di dalam tubuh manusia?

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa air raksa yang masuk ke dalam perairan dengan mudah terikat dengan unsur kimia klor pada air laut. Ikatan dengan ion klor membentuk merkuri anorganik (HgCl) dengan mudah masuk ke dalam plankton dan dapat berpindah ke biota laut lain, kemudian mengalami perubahan oleh mikro organisme menjadi merkuri organik dalam sediment di dasar laut. Sifat merkuri organik yang dapat terakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup itulah yang membawa penyakit. Dampak yang terlihat seperti pada kasus Minamata dapat terjadi apabila dosis efektif dalam tubuh manusia sudah tercapai.

Mengacu pada standar International Progamme on Chemical Safety (IPCS) dan PBB, bahwa batas ambang terjadinya gejala penyakit minamata pada manusia adalah 200 – 500 g/l (pbb) konsentrasi total air raksa dalam darah dan 50 – 125 g/g (ppm) konsentrasi total air raksa dalam rambut.Dampak penyakit minamata adalah indra perasa dan pencium tidak berfungsi, penderita mudah lelah dan sering sakit kepala. Pada tingkat yang lebih berat penderita tidak lagi dapat mengendalikan gerakan tangan dan kaki, daya pandang menyempit, tuli, dan sulit berbicara. Lebih gawat lagi dapat merusak kode genetika, sehingga bayi-bayi yang dilahirkan dari penderita minamata akan cacat bawaan.

Dampak air raksa yang lebih kejam adalah arsenic dan sianida yang menimbulkan efek toksologi. Orang yang keracunan arsenik kronik akan mengalami mual dan muntah, penurunan produksi sel darah merah dan putih, gangguan pada irama jantung, kerusakan pada pembuluh darah, rasa nyeri seperti tertusuk duri pada tangan dan kaki, warna kulit gelap, kanker (kulit, paru-paru, ginjal) dan kontak kulit mengekibatkan kemerahan dan pembengkaan. Pada tahap akut, penderita sakit tenggorokan dan iritasi paru-paru yang akhirnya menghadapi kematian. Sedangkan orang yang keracunan sianida kronik, mengakibatkan penderita kesulitan bernafas, nyeri jantung, sakit kepala, gangguan peredaran darah. Kemudian rasa lemah pada jari kaki dan tangan, kesulitan berjalan, gangguan penglihatan dan pendengaran, dan kontak kulit mengakibatkan iritasi, gatal-gatal. Penderita akut akan mengalami gangguan otak, jantung, koma, pernafasan berat dan tersengal-sengal, kejang, kehilangan kesadaran, dan akhirnya meninggal. Berbagai kasus pencemaran lingkungan yang merenggut nyawa manusia sebagai akibat limbah beracun dari industri mengingatkan kita pada peristiwa tragedy Love Canal di Amerika Serikat tahun 1976 atau tragedi Bhopal di India pada tahun 1984.

Tragedi minamata di Jepang merupakan pelajaran berharga bagi Indonesia agar tidak memperlakukan lingkungan seenaknya demi investasi, apalagi sekadar mengharapkan keuntungan bagi kalangan elite. Dari tragedi minamata kita dapat memetik pelajaran bahwa manusia tidak hanya pelaku kejahatan terhadap alam, tetapi sekaligus menjadikan manusia sebagai korbannya. Oleh karena itu seharusnya perusahaan-perusahaan memperhatikan cara membuang limbah dari produknya. Mereka itu seharusnya memikirkan ketentuan trilogi dan melakukannya secara ramah lingkungan, yaitu produksi, penggunaan, danpembuangan. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, pertumbuhan ekonomi di berbagai negara mengakibatkan berbagai pemborosan sumberdaya alam yang mengakibatkan kemerosotan kualitas lingkungan. Akibatnya biaya yang seharusnya dipikul oleh suatu kegiatan tertentu atau institusi tertentu, ditimpakan kepada pihak lain yang tidak mengambil keuntungan sedikitpun, tetapi justru harus menerima dampak negatifnya, seperti pembangunan pabrik kimia, otomotif, tekstil, dan sebagainya yang merupakan milik umum. Sebagai contoh, pembuangan limbah pabrik ke sungai, akibatnya harus dipikul oleh masyarakat umum terutama yang mempunyai kepentingan pada sungai tersebut. Berbagai emisi (limbah berupa gas) telah mencemari udara yang menjadi milik umum, padahal ini merupakan bagian vital dari kehidupan.

Semua hal tersebut di atas tidak lain sebagai akibat adanya gejala krisis kemunduran kearifan manusia dalam memerlakukan lingkungan. Oleh karena itu baik secara lokal maupun global lingkungan hidup harus menanggung barbagai kemerosotan kualitas sumber daya alam maupun lingkungan.
Sumber : pengembangan ips

sda bag 1

Mengelola Sumber Daya Alam Dengan Bijaksana



Lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan di Indonesia berada diambang kehancuran sebagai akibat over-eksploitasi oleh pihak-pihak tertentu. Apalagi dewasa ini masalah lingkungan dan sumber kehidupan tidak menjadi perhatian serius bagi pengambil kebijakan. Akibatnya sumber-sumber kehidupan diperlakukan sebagai asset dan komoditi yang dapat dieksploitasi untuk keuntungan sesaat dan kepentingan kelompok tertentu. Akses dan kontrol ditentukan oleh siapa yang punya kekuasaan.
Berdasarkan kenyataan bahwa sumber daya alam di Indonesia bersifat terbatas, sebaliknya jumlah penduduk dan pola hidup manusia meningkat, sehingga memerlukan sumber daya alam yang jumlahnya semakin banyak. Perkembangan teknologi yang tersedia cenderung mengolah sumber daya alam dengan produk sampingan berupa limbah yang jumlahnya semakin meningkat. Masalahnya sekarang bagaimana mengolah sumber daya alam dengan bijakasana agar terjadi kesinambungan pembangunan yang berkelanjutan bagi kualitas hidup rakyat generasi demi generasi sepanjang masa. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui perlu memperhitungkan:
1. Segi keterbatasan jumlah dan kualitas sumber daya alam.
2. Lokasi sumber daya alam serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan masyarakat dan pembangunan daerah.
3. Penggunaan hasil sumber daya alam agar tidak boros.
4. Dampak negatif pengolahan berupa limbah dipecahkan secara bijaksana termasuk kemana membuangnya.
Sedangkan pengolahan sumber daya alam yang dapat diperbaharui juga harus memperhitungkan:
1. Cara pengolahan yang secara serentak disertai proses pembaharuannya.
2. Hasil penggunaannya sebagian untuk menjamin pembaharuan sumber daya alam.
3. Teknologi yang dipergunakan tidak sampai merusak kemampuan sumber daya alam untuk diperbaharui.
4. Dampak negatif pengolahannya harus ikut dikelola.
Kemudian apa yang harus kita lakukan agar tetap terjadi keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan? Sumber-sumber alam beserta penggunaannya berkaitan erat dengan tingkat perkembangan teknologi dan budayanya. Artinya masyarakat yang sudah mencapai tingkat industri semakin membutuhkan sumber bahan mentah yang sangat besar.
Dengan demikian dampak yang ditimbulkannya juga sebagian besar berasal dari negara-negara industri tersebut. Misalnya pencemaran air, udara, dan tanah, pembuangan limbah industri yang dampaknya akan dirasakan tidak hanya oleh negara industri itu sendiri tetapi juga berdampak kepada negara-negara lain. Masalah-masalah di atas harus segera diatasi, jika tidak maka kerusakan lingkungan akan semakin parah dan membahayakan bagi kehidupan manusia dan ekosistem yang lain.
Adapun cara-cara yang ditempuh untuk mengurangi konsumsi sumber daya alam oleh manusia adalah:
1. Meningkatkan kesadaran tentang perlunya memantapkan konsumsi sumber daya dan jumlah penduduk.
Hal ini dapat ditempuh dengan cara pemerintah atau lembaga-lembaga pendidikan baik formal atau non formal menyadarkan masyarakat bahwa daya dukung bumi itu terbatas, pemakaian sumber daya alam secara berlebihan dan boros, terutama di negara-negara industri, adalah ancaman besar bagi daya dukung bumi. Selain itu pemantapan jumlah penduduk mutlak diperlukan, karena bertambahnya jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Oleh karena itu baik pria maupun wanita harus menerima tanggung jawab bersama.
Sumber daya alam harus dilestarikan, sementara mutu kehidupan harus diperbaiki. Maka langkah untuk mengurangi konsumsi berlebihan dan pemborosan sumber daya alam dapat ditempuh dengan cara mengembangkan teknologi baru yang lebih efisien. Masyarakat harus menyadari seberapa besar keuntungan yang dapat dinikmati berkat perubahan gaya hidup dan pola konsumsi mereka.
2. Mengembangkan dan menerapkan metode-metode teknologi yang hemat sumber daya.
Pemerintah di negara-negara industri harus menjalankan peraturan yang dapat mendorong industri-industri dan pusat-pusat pelayanan umum menerapkan teknologi yang hemat sumber daya alam. Selain itu juga harus membantu pengalihan teknologi tersebut kepada negara-negara berkembang dan terbelakang (negara berpenghasilan rendah). Cara yang ditempuh, misalnya dengan memberi penghargaan kepada mereka yang mempelopori penggunaan proses dan produk yang berwawasan lingkungan. Menyediakan bantuan modal bagi negara berpenghasilan rendah dengan tujuan untuk mempercepat penggantian praktek-praktek boros energi dalam produksi dan industri. Misalnya dengan memberi pelatihan tentang hemat energi untuk pemakaian di rumah-rumah, kantor, bidang pertanian, dan industri. Selain itu menciptakan kompor, tungku, dan alat-alat rumah tangga lain yang lebih efisien, menyediakan energi lebih banyak untuk penerangan ruangan, dan sistem pengatur suhu ruangan di negara-negara berpenghasilan rendah.
3. Mendukung gerakan-gerakan “green consumer”.
Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup dan juga adanya tekanan-tekanan dari kelompk-kelompok pecinta lingkungan seperti Green Peace, telah mendorong adanya pemberian label ramah lingkungan pada produk-produk yang dikonsumsi masyarakat. Di Amerika Serikat ada lembaga Federal Trade Commision yang bertugas membuat rambu-rambu pemasaran iklan berwawasan lingkungan.
Lembaga-lembaga seperti Blue Angle di Jerman, Green Croos di AS, kelompok kerja ekolabel yang dipimpin Emil Salim, menilai apakah suatu barang hasil produksi itu hijau atau ramah lingkungan apa tidak. Ramah tidaknya suatu barang ditentukan dari bahan bakunya, saat diproses, sampai saat tidak dipakai lagi. Konsumen di negara-negara berpenghasilan tinggi hendaknya mempelopori program ini dengan menggunakan daya beli
mereka untuk memperkuat pasar barang yang hijau, yaitu konsumen yang berwawasan lingkungan.
4. Menggunakan kembali dan mendaur ulang bahan-bahan
Budaya “sekali pakai buang” yang muncul di masyarakat luas, berarti menggunakan begitu banyak energi, mengeluarkan begitu banyak karbon, dan menimbulkan pencemaran udara, air, dan tanah, hujan asam, limbah beracun, dan sampah sehingga menimbulkan masalah lingkungan.
Hal itu baru disadari pada tahun 1972 ketika harga minyak naik, pencemaran lingkungan semakin lama semakin meningkat, dan ternyata penggunaan barang secara berulang lebih menguntungkan. Didukung oleh kemajuan teknologi maka dilakukan penggunaan kembali dan mendaur ulang bahanbahan. Dewasa ini pabrik Kameyama di Jepang telah melakukan daur ulang 100% air buangan baik air buangan keperluan sehari-hari sepert cuci tangan, dan buangan proses produksi. Kameyama, didirikan pada tahun 2004 oleh Sharp untuk memenuhi permintaan televisi LCD yang diperkirakan meningkat pesat. Kondisi pabrik sangat bersih, hijau, dan asri. Kameyama adalah pabrik yang berteknologi tinggi, didisain untuk mampu memproduksi televisi LCD dengan sangat efisien. Tingkat efisiensi yang tinggi bertujuan untuk menekan produksi sehingga harga jual produkpun dapat ditekan serendah mungkin.

Bagaimana dengan masalah lingkungan di Indonesia?

Sungguhpun di kalangan para environmentalis, masalah lingkungan sudah diketahui lama, namun bagi Indonesia baru mengenalnya secara resmi sejak mengikuti sidang khusus PBB tentang lingkungan hidup tanggal 5 Juni 1972 di Stockholm. Sejak itulah Indonesia sepakat untuk menangani masalah lingkungan bersama negara-negara di dunia. Maka dalam Pelita III masalah lingkungan hidup dimasukkan ke dalam program pembangunan nasional yaitu pembangunan dengan pengembangan lingkungan.
Adapun sasaran yang akan dicapai dalam Pelita III, adalah melaksanakan program penyelamatan hutan, air, dan tanah, pembinaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dan pengembangan meteorologi dan geofisika.
Lebih jelasnya akan diuraikan dibawah ini.
1. Melaksanakan program penyelamatan hutan, air, dan tanah. Langkah-langkah
yang ditempuh antara lain:
a. Pengawasan dan pengarahan lebih ketat atas pemegang hak pengusahaan hutan dalam mengusahakan ke tujuan pelestarian hutan. Pengusaha dikenakan “simpanan tanam wajib” untuk mendorong penanaman kembali jenis pohon yang ditebangnya. Jika penanaman kembalidikerjakan maka simpanannya boleh diambil, tetapi jika tidak mau mengerjakan maka simpanan menjadi milik pemerintah.
b. Reboisasi dan penghijauan seluas 5 juta hektar untuk menghutankan kembali gunung, bukit gundul, dan tanah kritis.
c. Mengusahakan pengembangan daerah Aliran Sungai (DAS) terutama di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi secara bersama-sama terpadu antara departemen dan pemerintah daerah.
d. Mengurangi kotoran di laut (Selat Malaka, Selat Bangka, Selat Sunda, lautan Jawa), mengusahakan penangkapan ikan secara lebih baik tanpa trawl yang melanggar batas, tanpa dinamit, dan tanpa racun. Pengendalian usaha pengambilan karang laut yang merusak, pengambilan batu dan pasir di dasar sungai yang merusak ekosistem.
2. Program pembinaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, meliputi:
a. Mengembangkan Taman Nasioanl yang meliputi cagar alam, suaka margasatwa, dan taman wisata. Tujuannya adalah untuk melestarikan flora dan fauna dalam ekosistem yang utuh dan asli, sehingga hutan di taman nasional ini berfungsi sebagai “laboratorium hidup”. Laboratorium mini sebagai tempat membiakkan bibit-bibit asli (plasma nutfah), pendidikan, penelitian dan monumen alam ciptaan Tuhan yang berisihewan-hewan dan tumbuhan langka.
b. Mencegah pencemaran dari pembangunan sektoral dengan menerapkan “Analisis Dampak Lingkungan”. Pengusaha harus memperhatikan pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar, misalnya kebisingan, pembuangan limbah, dan sebagianya
c. Perbaikan lingkungan pemukiman, agar pemukiman manusia menjadi lebih baik dengan cara: perbaikan perkampungan kota, pemugaran desa, pengembangan/perluasan wilayah di beberapa tempat, misalnya JABOTABEK. Perbaikan tidak hanya terbatas fisik, melainkan juga perbaikan lingkungan.
d. Pengembangan kesadaran lingkungan, bertolak bahwa sumber utama kerusakan lingkungan adalah manusia, untuk itu hati nurani manusia harus disadarkan untuk turut membangun dan menjaga lingkungan.
3. Program Pengembangan Meteorologi dan Geofisika
Program ini memubat usaha membangun jaringan meteorologi untuk meningkatkan sistem peramalan cuaca dan investasi pengembangan sumber energi yang ditimbulkan proses geofisika. Presiden Suharto juga menetapkan kebijakan lingkungan di Indonesia dengan mencanangkan Amanat Lingkungan tanggal 5 Juni 1982, berisi lima hal pokok yaitu:
a. Menumbuhkan sikap kerja berdasar kesadaran saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Hakikat lingkungan hidup memuat hubungan saling kait mengkait dan saling membutuhkan antara sector satu dengan lainnya.
b. Kemampuan menserasikan kebutuhan dengan kemampuan sumberdaya alam dalam menghasilkan barang dan jasa. Kebutuhan manusia yang selalu meningkat perlu dikendalikan dan disesuaikan dengan pola penggunaan sumberdaya alam.
c. Mengembangkan sumber daya manusia agar mampu menanggapi tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan, harus mengembangkan teknologi tanpa banyak limbah dan harus hemat energi.
d. Mengembangkan kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat sehingga tumbuh kesadaran untuk berbuat.
e. Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat untuk menggalakkan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup (Emil Salim:1987).
Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang harus ditempuh olah masyarakat dunia dan Indonesia khususnya, kita menyadari bahwa proses eksploitasi sumber daya alam harus dilaksanakan dengan kesadaran sepenuhnya bahwa sumber-sumber alam harus digunakan secara rasional. Artinya bahwa pengolahan sumber daya alam tidak boleh mengakibatkan musnahnya sumber daya alam, rusaknya lingkungan, dan semakin miskinnya lingkungan. Tetapi sebaliknya sumber daya alam harus dipelihara kelestariannya, pembangunan harus disertai proses pengembangan, dan lebih memperkaya lingkungan. Selain itu keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam harus senantiasa dijaga. Manusia sebagai bagian dari lingkungan hidup, manusia harus mengakui hubungan timbal balik antara langkah perbuatan diri manusia dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam sekitarnya. Menyadari hubungan timbal balik tersebut, maka sifat dan karakter manusia Indonesia yang kita cita-citakan adalah yang tidak merusak lingkungan. Tetapi sebaliknya meningkatkan lingkungan hidup sebagai manifestasi dari keinginan mencapai kualitas hidup yang lebih berkeTuhanan dan manusiawi.



Sumber : hidayati,pengembangan ips