Sabtu, 08 Oktober 2011

Profil lingkungan Indonesia ( 1 )

Indonesia merupakan rumah dari hutan hujan terluas di seluruh Asia, meski Indonesia terus mengembangkan lahan-lahan tersebut untuk mengakomodasi populasinya yang semakin meningkat serta pertumbuhan ekonominya.

Sekitar tujuh belas ribu pulau-pulau di Indonesia membentuk kepulauan yang membentang di dua alam biogeografi - Indomalayan dan Australasian - dan tujuh wilayah biogeografi, serta menyokong luar biasa banyaknya keanekaragaman dan penyebaran spesies. Dari sebanyak 3.305 spesies amfibi, burung, mamalia, dan reptil yang diketahui di Indonesia, sebesar 31,1 persen masih ada dan 9,9 persen terancam. Indonesia merupakan rumah bagi setidaknya 29.375 spesies tumbuhan vaskular, yang 59,6 persennya masih ada. 
 Saat ini, hanya kurang dari separuh Indonesia yang memiliki hutan, merepresentasikan penurunan signifikan dari luasnya hutan pada awalnya. Antara 1990 dan 2005, negara ini telah kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 persen hutan perawan. Penurunan hutan-hutan primer yang kaya secara biologi ini adalah yang kedua di bawah Brazil pada masa itu, dan sejak akhir 1990an, penggusuran hutan primer makin meningkat hingga 26 persen. Kini, hutan-hutan Indonesia adalah beberapa hutan yang paling terancam di muka bumi.

Jumlah hutan-hutan di Indonesia sekarang ini makin turun dan banyak dihancurkan berkat penebangan hutan, penambangan, perkebunan agrikultur dalam skala besar, kolonisasi, dan aktivitas lain yang substansial, seperti memindahkan pertanian dan menebang kayu untuk bahan bakar. Luas hutan hujan semakin menurun, mulai tahun 1960an ketika 82 persen luas negara ditutupi oleh hutan hujan, menjadi 68 persen di tahun 1982, menjadi 53 persen di tahun 1995, dan 49 persen saat ini. Bahkan, banyak dari sisa-sisa hutan tersebut yang bisa dikategorikan hutan yang telah ditebangi dan terdegradasi.





Efek dari berkurangnya hutan ini pun meluas, tampak pada aliran sungai yang tidak biasa, erosi tanah, dan berkurangnya hasil dari produk-produk hutan. Polusi dari pemutih khlorin yang digunakan untuk memutihkan sisa-sisa dari tambang telah merusak sistem sungai dan hasil bumi di sekitarnya, sementara perburuan ilegal telah menurunkan populasi dari beberapa spesies yang mencolok, di antaranya orangutan (terancam), harimau Jawa dan Bali (punah), serta badak Jawa dan Sumatera (hampir punah). Di pulau Irian Jaya, satu-satunya sungai es tropis memang mulai menyurut akibat perubahan iklim, namun juga akibat lokal dari pertambangan dan penggundulan hutan.

Penebangan kayu tropis dan ampasnya merupakan penyebab utama dari berkurangnya hutan di negara itu. Indonesia adalah eksportir kayu tropis terbesar di dunia, menghasilkan hingga 5 milyar USD setiap tahunnya, dan lebih dari 48 juta hektar (55 persen dari sisa hutan di negara tersebut) diperbolehkan untuk ditebang. Penebangan hutan di Indonesia telah memperkenalkan beberapa daerah yang paling terpencil, dan terlarang, di dunia pada pembangunan. Setelah berhasil menebangi banyak hutan di daerah yang tidak terlalu terpencil, perusahaan-perusahaan kayu ini lantas memperluas praktek mereka ke pulau Kalimantan dan Irian Jaya, dimana beberapa tahun terakhir ini banyak petak-petak hutan telah dihabisi dan perusahaan kayu harus masuk semakin dalam ke daerah interior untuk mencari pohon yang cocok. Sebagai contoh, di pertengahan 1990an, hanya sekitar 7 persen dari ijin penambangan berada di Irian Jaya, namun saat ini lebih dari 20 persen ada di kawasan tersebut.

Di Indonesia, penebangan kayu secara legal mempengaruhi 700.000-850.000 hektar hutan setiap tahunnya, namun penebangan hutan illegal yang telah menyebar meningkatkan secara drastis keseluruhan daerah yang ditebang hingga 1,2-1,4 juta hektar, dan mungkin lebih tinggi - di tahun 2004, Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim mengatakan bahwa 75 persen dari penebangan hutan di Indonesia ilegal. Meskipun ada larangan resmi untuk mengekspor kayu dari Indonesia, kayu tersebut biasanya diselundupkan ke Malaysia, Singapura, dan negara-negara Asia lain. Dari beberapa perkiraan, Indonesia kehilangan pemasukan sekitar 1 milyar USD pertahun dari pajak akibat perdagangan gelap ini. Penambangan ilegal ini juga merugikan bisnis kayu yang resmi dengan berkurangnya suplai kayu yang bisa diproses, serta menurunkan harga internasional untuk kayu dan produk kayu

(sumber:mongabay.com).