Senin, 01 Juni 2009

Pertanian organik


Pertanian organik

Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintesis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan sloganback to nature telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk sintesis, pestisida kimia, dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik adalah teknik budi daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintesis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya, serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (ecolabelling attributes). Preferensi seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik. Kelimpahan sinar matahari, ketersediaan air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, mendukung potensi pertanian organik yang sangat besar. Pasar produk pertanian organic dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomi tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Peluang pertanian organik di Indonesia Luas lahan yang tersedia untuk lahan organik di Indonesia sangatbesar. Pasar produk pertanian organic dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai

ekonomi tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

Luas lahan yang tersedia untuk lahan organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.

Di samping itu, volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplai oleh Negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanianorganik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan, dan Korea.

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain : 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.

Areal tanam pertanian organik di negara Australia dan Ocenia mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta ha. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah, yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta ha. Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian internasional di samping produk peternakan.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komperatif yang ada, antara lain : 1) Banyak sumber daya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan system dan teknologi untuk mendukung pertanian organik seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain. Pengembangan pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas– komoditas eksotik seperti sayuran,hasil perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah, perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar ke dua setelah Brasil, tetapi sangat disayangkan di pasar internasional kopi Indonesia belum memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga pertanian tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.


klik bawah ini untuk tayangan video dengan topik sejenis